- Cuaca Ekstrem, ASDP Ingatkan Pengguna Transportasi Laut Utamakan Keselamatan
- Kapal Asing Diduga Palsukan Dokumen Diamankan KRI Bung Tomo-357
- KKP Hibahkan 2 Kapal Asing Bekas Illegal Fishing ke Pemkab Deli Serdang
- Penyematan Nations Medal Satgas TNI KONGA di Lebanon, Kasal: Komitmen Teguh Kami Bangun Perdamaian
- Latihan Gabungan SAR Instansi Maritim, Siaga Hadapi Hondisi Darurat
- 2 Kapal Pengangkut Nikel Dibekuk KRI Bung Hatta-370, Ini Penyebabnya
- Kolinlamil Bentuk Klub Panahan SWAT, Genjot Kemampuan Atlet Raih Prestasi Gemilang
- Duaar! Dentuman Meriam KRI Teluk Ambonia-503 Memecah Keheningan Laut Jawa
- Libur Nataru 2025/2026, ASDP Perkuat Integrasi Jalur Sumatera-Jawa-Bali
- 1,5 Kg Sabu Malaysia Nyaris Diselundupkan, Digagalkan TNI AL di Tanjung Balai Asahan
Pro Kontra Pengerukan Pasir Laut, KKP: PP Sedimentasi Lindungi Ekosistem

Keterangan Gambar : Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Hubungan Luar Negeri Edy Putra Irawady memaparkan latar belakang penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Foto: dok. KKP
Indonesiamaritimenews.com (IMN), JAKARTA: Kementerian Kelautan dan Perikanan mengajak semua pihak untuk melihat lebih jauh mengenai substansi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Kebijakan ini sejatinya bukan sebatas untuk mendukung pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Melainkan juga mengamanatkan dilakukannya perlindungan dan rehabilitasi terhadap ekosistem dari hasil sedimentasi yang dikelola.
Hal ini dikatakan oleh Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Victor G Monoppo dalam diskusi tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang menjadi rangkaian peringatan Hari Laut Sedunia di Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis 8 Juni 2023.
Baca Lainnya :
- Nah Lho! 20 Ton Ikan Impor Disegel KKP di Batam0
- Resmikan RS Terapung Laksamana Malahayati, Megawati: Bangkitkan Semangat Perempuan Indonesia0
- Manfaatkan Forum WOAH di Prancis, Begini Cara Indonesia Promosi Perikanan0
- 214 Hari Berlayar Keliling Dunia, Yuuk... Intip Keseharian Prajurit KRI Bima Suci di Atas Kapal 0
- Kampanye Jadi Anggota Dewan IMO, Kemenhub Luncurkan Logo dan Tagline 0
"Sejak PP ini diterbitkan, segala perdebatan yang kita terima. Ada tiga kekhawatiran di dalamnya yaitu ekspor pasir laut, ancaman ekologi, dan ada siapa di balik kebijakan ini," kata Victor dalam keterangan tertulis, Minggu (11/6/2023).
"Sebetulnya dari tiga isu itu kalau memang kita sudah membaca PP tersebut dari awal, manfaatnya apa pertimbangannya apa dan dasar-dasar kebijakannya apa sudah jelas. Ada tugas dan tanggung jawab KKP yang harus memelihara laut," sambung Victor.
Diungkapkannya, dalam Pasal 2 disebutkan, pengelolaan dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut. Kemudian, untuk mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
"Jadi pemanfaatannya bukan sebatas untuk kepentingan pembangunan, tapi juga adanya perlindungan pada ekosistem dan amanat memanfaatkan hasil sedimentasi untuk rehabilitasi ekosistem di situ," tambah Victor.
KEPENTINGAN NASIONAL
Sementara itu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Hubungan Luar Negeri, Edy Putra Irawady menjelaskan beberapa hal yang melatarbelakangi pemerintah menerbitkan kebijakan tata kelola sedimentasi di laut.
Mulai dari kewajiban negara memastikan lautnya sehat dan bersih untuk menjamin keberlanjutan ekologi, mendukung kepentingan nasional dan adanya mandat internasional tentang kesehatan laut, serta tidak adanya standarisasi reklamasi selama ini yang berimbas pada kerusakan ekosistem.
"Kita selama ini absennya standarisasi reklamasi. Batam ini paham sekali, bagaimana dikeruk bukit-bukit untuk reklamasi karena tidak ada supply (material). Saya sudah beberapa kali ke Busan, Korea, mereka sudah punya standarisasi reklamasi, material apa, ukuran apa, karena setiap bahan yang digunakan ada standarnya sendiri," beber Edy Putra.
TERBUKA TERIMA MASUKAN
Sementara itu Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto menambahkan pihaknya sangat terbuka dengan masukan semua lapisan masyarakat mengenai PP 26/2023.
"Semuanya boleh bersuara menyatakan pendapatan tentang isu yang sedang hangat sekarang. Tapi saya harap tidak dilandasi dengan pikiran negatif lebih dulu. Karena pemerintah membuat kebijakan ini dengan niat baik menjaga laut tetap sehat," ungkapnya.
Doni mengajak semua pihak untuk melihat secara komprehensif isi peraturan tersebut bukan cuma dari sisi ekspor pasir. Pemerintah menata pengelolaan hasil sedimentasi di laut utamanya untuk kepentingan ekologi.
Sikap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, sambungnya, selama ini juga sudah jelas menempatkan ekologi sebagai panglima dalam membangun tata kelola kelautan dan perikanan, termasuk soal pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
"Pesan pak menteri yang beliau sudah berulang kali mengatakan bahwa panglima beliau adalah ekologi. Dalam membuat kebijakan pasti yang didahulukan beliau adalah ekologi bukan ekonomi," tegasnya.
Hal senada disampaikan Asisten Deputi Pengelolaan Ruang Laut dan Pesisir Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Rasman Manafi. Menurut dia, PP Nomor 26 tahun 2023 lebih mengutamakan pengendalian dari ancaman kerusakan ekosistem dibanding pemanfaatan hasil sedimentasi untuk kepentingan ekonomi.
"Bahwa regulasi yang kita bicarakan bukan hanya pemanfaatan tapi juga kita bicara pelindungan dan pelestarian. Kita bicara saat ini sedimentasi. Sangat tidak benar kalau itu hanya soal pemanfataan," ujarnya.
PENTING DIKAJI
Sementara itu, Akademisi Universitas Sriwijaya Prof. Iskhaq Iskandar mengungkapkan pentingnya kajian matang dalam pemanfaatan hasil sedimentasi di laut. Kajian untuk menjamin pemanfaatan hasil sedimentasi tidak membawa dampak negatif pada lingkungan seperti terjadinya abrasi.
Selain kajian oleh pemerintah, pelaku usaha yang mengajukan izin pemanfaatan pun harus memiliki kajian. Dengan adanya kajian, sekaligus akan menjawab kekhawatiran publik mengenai potensi kerusakan ekosistem dari aktivitas pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.
"Kami menyarankan bahwa aktivitas pemanfaatan sedimentasi laut ini perlu kajian sebelum dimanfaatkan. Kalau di bidang oseanografi sangat memungkinkan dilakukan permodelan pada saat kondisi sekarang seperti apa, kalau dimanfaatkan sedimentasinya apakah kondisinya hidro-oseanografinya berubah atau tidak. Sehingga pada saat pelaku usaha menyampaikan proposal pemanfaatan, dia harus membuat permodelannya dulu bagaimana," ujar Prof Iskhaq.
Anggota Asosiasi Pasir Laut Kepri, Iskandar Syah menilai terbitnya PP 26/2023 sebagai terobosan mengingat banyaknya kegiatan reklamasi di Indonesia. Dengan adanya regulasi ini, material yang dibutuhkan menjadi jelas sumbernya.
Dia berharap masyarakat melihat aturan tersebut secara menyeluruh, dan tidak memicu terjadinya benturan atas terbitnya PP sedimentasi. Sebab menurutnya di dalamnya mencakup aspek perlindungan ekosistem sekaligus mempertimbangkan manfaat ekonomi dari hasil sedimentasi yang ada.
"Ada sebuah terobosan oleh pemerintah, banyak yang mau kita reklamasi, sumbernya di mana? Di Kepri sendiri proyek reklamasi banyak, dan itu butuh dari mana (materialnya). Tinggal bagaimana kita menerangkan ini secara utuh ke masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, karena sekarang banyak orang mencoba bentur-benturkan padahal itu bisa beriringan," urai Iskandar.
Sebagai informasi, KKP mengelar diskusi tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dalam rangka memperingati tiga hari besar dalam kelautan, yakni Hari Laut Sedunia, Hari Internasional Memerangi Penangkapan Ikan Ilegal, dan Coral Triangle Day. Diskusi mengundang berbagai pihak mulai dari perwakilan pemerintah daerah, akademisi, lembaga lingkungan, hingga asosiasi. (Ari/Oryza)











