- Omah Sinau, Desa Energi Berdikari Binaan PTK Kelola 31,5 Ton Sampah, Jadi Pusat Edukasi
- Kerahkan Kapal Perang, TNI AL Himpun Bantuan untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki
- Erick Thohir Angkat Heru Widodo Jadi Dirut ASDP, Ini Jajaran Komisaris dan Direksi Baru
- Ikan Paus Sperma 17 Meter Mati Terdampar di Pantai Sumba Timur NTT Dimusnahkan
- Food Safety Jadi Isu Global, KKP Gandeng Norwegia Tingkatkan Mutu Produk Perikanan
- Bantu Pengungsi Letusan Gunung Lewotobi, KKP Kirim 1,8 Ton Ikan, Makanan dan Pakaian
- Bangun Depot Ketiga di Surabaya, CMA CGM Perluas Jangkauan di Indonesia
- Pelindo Gandeng Jamdatun Kejaksaan Agung, Bisnis Integritas Tinggi
- Jelang Penghujung Tahun 2024, Terminal Petikemas Surabaya Kembali Sabet Penghargaan
- Dipimpin Kasal, Athan Negara Sahabat Olahraga Menembak Eksekutif
Karpet Merah Pariwisata, Bangkit Setelah Mati Suri, Bisakah Destinasi lain Seperti Bali?
Keterangan Gambar : Prof. Dr. Diena M. Lemy, A.Par., M.M., CHE.Foto: Dok.Pribadi
Indonesiamaritimenews.com (IMN), JAKARTA: Presiden Jokowi memberi karpet merah kepada Pariwisata Indonesia, agar melejit sebagai penopang perekonomian Indonesia dan menjadi penyumbang devisa utama.
Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) dalam laporan Tourism Trends and Policies 2022 menyebutkan, pada 2019 sektor pariwisata menyumbang 5,0% dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Namun, hantaman pandemi Covid-19 di 2020 mengakibatkan turunnya kontribusi pariwisata terhadap PDB sebesar 56% yaitu menjadi hanya 2,2% dari total ekonomi.
Baca Lainnya :
- Pesta Rakyat Festival Danau Sunter 2023, KPLP Tanjung Priok Turunkan Tim Spesial Rescue0
- Festival Danau Sunter 2023, Semarak Pesta Rakyat di Jakarta Utara0
- Soliditas TNI-Polri, Prajurit Kolinlamil Kompak Meriahkan Bhayangkara Fun Walk 20230
- Genjot Pariwisata, ASDP Bangun Kapasitas Dermaga Pelabuhan Gilimanuk Hingga 60 Ton0
- Top! Pati TNI AL Penulis 73 Lirik Lagu Diganjar Penghargaan MURI0
Kebijakan restriksi di berbagai negara guna mengendalikan penyebaran virus Covid-19, telah menyebabkan kunjungan wisman menurun tajam. Dari 16,1 juta di tahun 2019 menjadi hanya 4,0 juta di tahun 2020. Pada tahun 2021, kunjungan wisman bahkan kembali menurun tajam, hanya mencapai 1,5 juta kunjungan, atau turun sebesar 61,6 persen dibandingkan jumlah kunjungan pada tahun 2020.
Sektor ini sempat mati suri di saat pendemi copid19 melanda negeri. Berbagai upaya dilakukan agar kembali bangkit. Berbagai event pun dimunculkan.
Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengembangan pariwisata di luar Bali atau Bali beyond digalakkan sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisman. Pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 telah menetapkan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (Danau Toba, Tanjung Kalayang, Borobudur, Wakatobi, Morotai, Tanjung Lesung, Kep. Seribu & Kota Tua, Bromo Tengger Semeru, Mandalika, dan Labuan Bajo) sebagai ‘Bali Baru’.
Dari 10 destinasi ‘Bali Baru’ tersebut, pemerintah akhirnya menetapkan 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yaitu Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo.
Bagaimana trend perkembangan Pariwisata Indonesia selanjutnya dan bisakah destinasi wisata di daerah lain berkembang seperti Bali?
Indonesiamaritimenews.com melakukan perbincangan dengan Guru Besar Parawisata Prof. Dr. Diena M. Lemy, A.Par., M.M., CHE langkah apa saja yang harus dilakukan Indonesia.Simak perbincangan kami di bawah ini.
Bagaimana perkembangan wisata Indonesia di Era Kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini?
Pak Jokowi memberikan parawisata dengan mendapatkan tempat sangat baik terbukti dengan menargetkan prioritas pembangunan pariwisata.
Namun sayangnya belum teremplementasi sampai tingkat lapangan. Ternyata koordinasi di lapangan, walaupun Presiden sudah memberikan Karpet merah tetap saja hal ini menjadi sulit dan tidak semuanya terwujud.
Namun demikian pariwisata itu di zaman Menterinya Pak Arif Yahya dimana salah satu prioritasnya meningkatkan kunjungan parawisatawan, di situ banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kepariwisataan. Walau pun pada akhirnya 20 Juta wisman belum juga tercapai.
Sebenarnya parawisata setelah itu booming dan berkembang. Namun di tahun 2020 di masa covid kerja- kerja Pariwisata terhenti dan kembali target tidak tercapai.
Namun demikian kalangan pariwisata itu menyatakan, Pak Jokowi itu mempunyai visi untuk parawisata. Hanya saja pelaksanaannya kompleks dan memerlukan intensitas yang lebih lagi kalau ingin menjadi Pariwisata ini lebih besar bagi Indonesia.
Bisakah daerah lain, misalnya Danau Toba berkembang seperti Bali ?
Selalu kembali kepada kendala klasik yang dihadapi kepariwisataan saat ini.
Perkembangan wisata di suatu daerah tergantung pimpinan di suatu daerah tersebut. Apalagi di Indonesia sudah sistem desentralisasi dimana pusat tidak bisa bisa terlalu mengintervensi keputusan pemerintah di daerah. Sangat tergantung destinasi di mana daerah itu berada.
Berikutnya kita bicara komponen dasar parawisata yang harus ada. Bagaimana traktifnes di daerah tersebut yang harus ada. Apakah tersedia akses minitas, apakah aksesbilitas dan fasilitas-fasilitas lain yang mendukung pariwisata.
Jadi kalau ditanya tentu bisa namun harus ada faktor- faktor yang dikoordinasikan terlebih dahulu diyakinkan Faktor- tersebut ada. Itu yang bisa diberikan apakah daerah lain bisa. Peran masyarakat bagaimana penerimaan mereka terhadap parawisata menjadi penyebab yang mempengaruhi suatu destinasi.
Perlukan diadakan asesmen?
Tentu perlu jika itu dilakukan dengan serius apabila ingin mengembangkan parawisata yang ingin dijadikan sektor prioritas kembali.
Asesmen untuk melihat destinasi mana yang benar- benar serius. Lalu dijadikan percontohan di luar Bali.
Kita lihat di sini ada suatu hal yang dilakukan untuk menjadi pariwisata itu manfaatnya besar bagi Indonesia.
Pendukung utamanya adanya komitmen politik dari visi pimpinan negara terkait pariwisata. Apa yang hendak dicapai itu sangat penting.
Kemudian tentu saja visi yang kuat harus diimplementasikan hukum dan komitmen pendanaan dan tentunya penegakan dari keputusan dan kebijakan yang sudah diambil dari pusat di daerah-daerah.
Nah, ini perlu sekali di Indonesia karena sering kali masyarakat yang menginginkan parawisata secara mandiri harus bergerak. Harus ada koordinasi antara kementerian satu dengan kementerian yang lain. Jangan sampai kebijakan membuat wisatawan itu tidak nyaman datang ke Indonesia persoalan visa, persoalan aturan aturan daerah tidak diketahui di awal ketika wisatawan datang itu menjadi problem.
Hal itu saat ini sangat mudah diviralkan. Sangat penting suatu tempat perlu dulu dukungan masyarakat dan pemerintah dan ada penegakan hukum di situ, sehingga parawisata bisa berhasil.
Apakah perkembangan wisata kita tergantung sosok menteri pribadi atau rezim yang berkuasa?
Rasa- rasanya bukan rezim seperti yang saya sebutkan tetapi visi dari pemimpin negara itu mendukung atau tidak pariwisata, karena dari sejak dulu pariwisata Indonesia mempunya potensi tetapi potensinya itu jarang sekali terealisasi menjadi yang aktual.
Karena apa? Karena sektor pariwisata itu tidak pernah ditempatkan secara serius dan ketika Pak Jokowi di tahun pertama menetapkan pariwisata menjadi prioritas. Namun implementasinya ke bawah belum diimplementasikan secara bersistem sehingga akhirnya pariwisata ini hadir dengan apa adanya saja Indonesia.
Untuk pemasukan tahun ini kita melihat sejak covid mereda sehingga dan sekarang selesai semenjak PPKM itu dilonggarkan terlihat peningkatan pergerakan wisatawan mancanegara dan maupun pergerakan wisatawan Nusantara.
Untuk target sendiri tahun 2022 sudah terlampaui target 1,8 juta wisma sudah mencapai 5,8 juta Wisman ini jumlah yang masih jauh dari jumlah sebelum Covid tetapi sesudah Covid ini menunjukkan trend meningkat.
Begitu juga wisatawan Nusantara ditargetkan 1,47 miliar perjalanan maka tahun 2022 sudah mencapai 1,5 miliar perjalanan. Kita lihat pemasukan dari pariwisata ini sudah mencapai target tetapi belum kembali pulih seperti sebelum pandemi Covid 19 .
Memang ini kondisi pariwisata
Indikator makro menunjukan perbaikan trend atau trend yang meningkat dari pada saat pariwisata menghadapi Covid .
BIODATA SINGKAT
Prof. Dr. Diena M. Lemy, A.Par., M.M., CHE adalah seorang akademisi aktif di bidang epariwisataan. Dia telah mengabdikan dirinya untuk pendidikan tinggi pariwisata dengan menjadi dosen di Universitas Pelita Harapan (UPH) sejak tahun 1997.
Prof. Diena ditunjuk untuk menjadi Dekan pada Fakultas Pariwisata sejak 2012.
Sebagai seorang akademisi, tidak membatasi Prof. Diena di bidang pengajaran saja.
Minatnya dalam topik yang terkait dengan Manajemen Layanan dalam Perhotelan dan Pariwisata serta Pariwisata Berkelanjutan telah memotivasi dia untuk melakukan berbagai penelitian di bidang ini, dan beberapa proyek penelitian
didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Berbagai buku
dan publikasi internasional sudah diterbitkan sebagai sarana untuk membagikan hasil penelitian dan buah pemikirannya.
Prof. Diena juga aktif terlibat dalam berbagai program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI seperti: Destination Management Organization (DMO), Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC), Sustainable Tourism Certification,
dan juga Pengembangan Kemitraan antara Usaha Besar dengan UMKM di lima Destinasi Super Prioritas (DSP).
Prof. Diena adalah Guru Besar bidang Manajemen Jasa Kepariwisataan. ( M.Arifin Mukendar)